Cobalah
sekarang naik Kereta Api Ekonomi AC sangat nyaman. Tidak
perlu dicari apakah si penulis adalah orang di lingkaran dalam manajemen PT Kereta
Api Indonesia (KAI) yang hendak berpromosi bahwa naik kereta api ekonomi ac sekarang
ini sangat nyaman\
Tulisan
ini bolehlah dipandang sebagai ikhtiar membuktikan apakah pengakuan sang penulis
itu serius atau sekadar membual belaka. Pembuktian ini dilakukan dalam perjalanan
rute Stasiun Senen Jakarta Pusat-Blitar dengan Kereta Api Majapahit kelas ekonomi
AC pada 13 Mei lalu, dengan harga tiket Rp255.000,- untuk satu orang dewasa.
Buah
reformasi di manajemen PT KAI yang pertama terasakan adalah mudahnya mendapatkan
tiket perjalanan. Cukup dengan datang ke toko swalayan terdekat dan memesan tanggal
pemberangkatan serta jenis kereta yang dipilih.
Sayangnya,
tiket yang terbeli di toko swalayan yang berbentuk struk pembelian masih harus ditukar
dengan tiket resmi di stasiun. Paling lambat sejam sebelum waktu keberangkatan tiket
itu sudah harus ditukar.
Alangkah
lebih nyamannya jika kelak PT KAI memutuskan bahwa struk dari toko swalayan itupun
sudah bisa dianggap sebagai tiket resmi tanpa harus ditukar lagi.
Toh,
dalam struk itu sudah tertera nama penumpang dan data jenis kereta dan tanggal pemberangkatan.
Setelah tiket terpegang, calon penumpang harus siap membawa kartu tanda pengenal
(KTP).
Hanya
penumpang yang membawa tiket dan KTP sesuai data identitas yang diperkenankan masuk
di ruang tunggu stasiun.
Pengantar
dilarang masuk. Suasana ruang tunggu yang berpendingin udara lebih nyaman dan tak
berjubel seperti ketika Orde Baru mengelola perkeretaapian (dulu terkenal dengan
sebutan PJKA, Perusahaan Jawatan Kereta Api).
Di
ruang tunggu ini para penumpang tak perlu khawatir kehilangan barang saat meninggalkan
barang bawaan untuk buang air di toilet yang digratiskan. Semua toilet stasiun sepanjang
perjalanan Jakarta-Blitar digratiskan.
Ketepatan
jadwal berangkat kereta api cukup teruji. Di dalam gerbong yang cukup nyaman, kebersihan
terjaga. Petugas kebersihan yang dipekerjakan adalah tenaga alih daya.
Mereka
dengan disiplin selalu membersihkan toilet, menyemprotkan wewangian dan disinfektan
pada rentang beberapa jam. Yang paling membuat penumpang lega dan nyaman adalah
hilangnya gangguan pengamen dan pengasong dalam kereta.
Dulu,
pengamen dan pengasong membuat penumpang kesal. Mereka sangat berisik mengganggu
kenyamanan penumpang yang tak memerlukan hiburan sang pengamen.
Barang
dagangan yang disodor-sodorkan ke penumpang oleh pengasong diganti oleh dagangan
makanan dan minuman yang didorong dengan troli oleh pramugara dan pramugari.
Mereka
pun menawarkan santapan makanan dan minuman dengan santun dan berbusana bak pramugara
dan pramugari di pesawat. Penumpang pun meski naik kereta kelas ekonomi, mereka
merasa bermartabat.
Apakah
pengasong betul-betul lenyap sepanjang perjalanan Jakarta-Blitar? Sayang, PT KAI
belum bisa menjamin 100 persen.
Untuk
sebagian besar stasiun yang disinggahi kereta api, PT KAI sanggup menciptakan kenyamanan
dengan raibnya pengasong di dalam gerbong. Tapi, untuk stasiun-stasiun tertentu,
seperti di Stasiun Kediri, gerombolan pengasong menyerbu masuk gerbong kereta.
Kebisingan
dan hiruk-pikuk kereta kelas ekonomi era Orde baru kembali memperlihatkan wajahnya.
Seorang petugas keamanan yang juga tenaga alih daya menuturkan, PT KAI sudah meminta
tiap pemerintah daerah setempat untuk membantu menertibkan pengasong dalam gerbong
kereta.
Sebagian
besar Pemda mendukung upaya penertiban para pengasong di stasiun, tapi masih ada
Pemda yang kurang mendukung.
Para
penumpang merasa aman ketika gerbong bebas dari banyaknya pengasong yang bersliweran
sambil menjajakan dagangan. Tapi begitu gerombolan pengasong masuk ke dalam gerbong,
kewaspadaan penumpang atas barang bawaannya harus ditingkatkan.
Warsini,
seorang penumpang, menceritakan pengalaman pahitnya ketika naik kereta api kelas
ekonomi di masa sebelum Reformasi. Waktu itu, sekitar 20 tahun silam, saya pulang
kampung menjelang Lebaran.
Karena terlelap di dalam kereta, satu kopor saya dicuri
orang. Saya nggak tahu siapa yang mencuri. Soalnya terlalu banyak orang yang bersliweran
di gerbong. Ya pengamen, ya pedagang," katanya.
Kenyamanan
perjalanan dengan kereta api ekonomi AC agaknya belum bisa dinikmati sepenuhnya.
Sebab, petugas pengatur suhu udara di dalam gerbong tak memperhitungkan berapa suhu
dingin yang ideal.
Di
malam hari, ketika suhu udara mulai kian dingin, AC tetap disetel dengan ukuran
siang hari. Akibatnya, penumpang menjadi kedinginan.
Tentang
suhu yang teramat dingin ini, ada anekdot. AC memang sengaja disetel sangat dingin
oleh petugas. Dengan suhu yang sangat dingin, penyewaan selimut yang dipatok dengan
harga Rp10.000 per selimut menjadi sangat laris. Bukan cuma itu, permintaan minuman
hangat yang ditawarkan ke penumpang juga meningkat karena dinginnya udara dalam
kereta.
Sepanjang
perjalanan Jakarta-Blitar, gerbong kelas ekonomi AC terasa nyaman juga karena larangan
merokok yang diterapkan dengan ketat.
Bahkan
di gerbong restoran, tak seorang pun diperkenankan merokok, termasuk petugas.
"Manajemen
sekarang sangat disiplin. Pernah ada petugas yang melanggar aturan larangan merokok.
Penumpang ada yang melapor ke manajemen. Esoknya seluruh petugas yang dinas dalam
perjalanan kereta saat itu dihukum," demikian cerita dari orang dalam PT KAI.
Kenyamanan
naik ketera api kelas ekonomi AC yang menguntungkan penumpang itu tentu harus ditebus
dengan ketidaknyamanan dari sisi kepentingan pengasong.
Mereka
tentu tak bisa lagi memperoleh penghasilan dari jerih paya berdagang dalam kereta
api kelas ekonomi AC. Begitulah hukum alam, ada yang diuntungkan, ada yang dirugikan.